•  SMK AL MUSLIM ADAKAN PERAYAAN HARI KARTINI DAN HARI BUMI
  • Alhamdulillah dengan  kreativitas dan ketekunan, ternyata kaleng bekas cat  pun dapat dibuat kembali menjadi barang yang bermanfaat. Membuat sesuatu yang lebih bermanfaat dari barang bekas tentunya kita kenal dengan konsep 3 R, yaitu 3R atau Reuse, Reduce, dan Recycle.
  • SMK Al Muslim Tambun  menyelenggarakan kegiatan workshop lingkungan untuk sekolah-sekolah setingkat SD  yang ada dibeberapa  wilayah  Bekasi.
  • Terik matahari tidak mengurangi antusiasme siswa-siswi SMK Al Muslim Tambun di lapangan Basket, Jum’at / 12 April 2013.

Rabu, 05 Juni 2013

AYO SELAMATKAN HILIR SUNGAI CITARUM (Ekspedisi Hilir sungai Citarum-Cikarang – Ambalan SMK Al Muslim )


Ambalan SMK Al Muslim Siap Meneliti

Seperti udara, air sungai sangat berlimpah di sungai Citarum, namun sayang ya…keduanya bernasib sama terabaikan. Kita baru akan merasa sedih dan kehilangan bila sesuatu itu telah hilang. Menyesal !
Semua peralatan dan perlengkapan untuk melakukan ekspedisi sungai Hilir  Citarum  telah kami persiapkan. Mulai dari pengumpulan kembali perlengkapan yang telah kami terima dari Kementerian Lingkungan Hidup  saat kami melakukan training Pelatihan Pemantauan Kesehatan Daerah Aliran Sungai ( DAS). Ada box kotak plastik  yang akan kami gunakan untuk menempatkan hewan-hewan yang kami jaring di sungai, pipet, dan sendok yang kami pergunakan untuk memindahkan hewan-hewan tersebut, wadah cetakan batu es yang akan kami pergunakan untuk menempatkan hewan-hewan berdasarkan bentuk dan ciri-ciri khususnya, lup ( kaca pembesar) untuk melihat secara lebih jelas ciri-ciri hewan tersebut, dan tak lupa  jaring serta buku Biotilik yang merupakan panduan kami untuk meneliti daerah aliran sungai (DAS) tersebut.

Hilir Sungai Citarum-Cikarang Timur
Setelah semua perlengkapan terkumpul, kami dari Tim Ambalan SMK Al Muslim Tambun siap melakukan perjalanan menuju hilir sungai Citarum. Rombongan kami terdiri dari lima anggota Ambalan dan tiga guru pembimbing. Tepat pukul 13.00 WIB,  tim Ambalan menuju lokasi hilir sungai Citarum. Perjalanan yang cukup melelahkan hampir dua jam kami lalui dengan kondisi macet total akibat perbaikan jalan di Cikarang.  Terik matahari yang menyengat tak melemahkan semangat  kami untuk melakukan ekspedisi tersebut. Pandangan kami ekspedisi ini harus kami lakukan sebagai bahan masukan untuk tim yang terkait baik itu BPLHD kabupaten Bekasi, BPLHD Provinsi Jawa Barat, maupun Kementerian Lingkungan Hidup. Hasil yang akan kami dapatkan akan kami kirimkan ke Kementerian Lingkungan Hidup bersama hasil dari lima DAS yang ada di Indonesia.

Tepat pukul 15.00 WIB kami sampai lokasi hilir sungai Citarum. Meskipun melewati pasar Bojong yang sangat sempit jalannya, akhirnya kami temukan juga area yang cocok untuk melakukan penelitian pemantauan kesehatan daerah aliran sungai, daerah yang kami pilih adalah aliran hilir sungai Citarum di Cikarang Timur dekat pasar Bojong dan jembatan kereta api. Di Sungai  yang lebarnya hampir lima belas meter dengan arus yang sedang serta adanya arus pertemuan sungai yang berasal dari CBL  atau yang kita kenal dengan sungai Cikarang Cibitung Laut tersebut, memberikan nuansa tersendiri bagi kami untuk segera menelusuri  sungai tersebut. Meskipun cukup jauh kami menelusuri sungai tersebut dengan impahan lumpur yang sangat luas, kami sampai juga di lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian tersebut. . Kepanasan, bau yang menyengat, dan selalu terjatuh asyik loh

Sebagai sungai terbesar di Jawa Barat mengair sepanjang lebih kurang 270 km dari mata air gunung Wayang  di Kabupaten Bandung, sampai muaranya di Laut Jawa  dengan melalui Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten  Purwakarta, Kabupaten Karawang, hingga Kabupaten Bekasi dari Kedung Gede ke hilir dan berakhir Muara Gembong sebagai muara sungai Citarum ke Laut Jawa.   Sungai Citarum yang memiliku volume aliran tahunan  rata-rata 5.5. milyar m3 dengan luas DAS 6.600 km² memiliki tinggi curah hujan rata-rata 2.353 mm dengan 80% hujan jatuh pada periode Nopember – Mei . Menjadikan sungai Citarum rawan banjir.  Sepintas kami mengamati suasana sungai tersebut nampak tenang dengan aktifitas warga yang memancing, mandi, mencuci pakaian, dan buang air, sesekali kami juga menyaksikan beberapa bocah bermain-main di sekitar aliran sungai tersebut. Warna yang coklat sesekali terlihat buihan seperti busa terlihat di sungai tersebut. Meskipun bau yang kurang sedap  terlebih-lebih tumpukan sampah disekitar pinggir sungai menambah tidak nyamannya kami untuk melaksanakan penelitian tersebut.

Penelitian yang kami lakukan merupakan penelitian sederhana dengan menggunakan metode Biotilik yang telah kami dapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup bersama Ecoton pada sekitar akhir bulan April 2013. Saat itu kami mendapatkan pelatihan bersama sekolah-sekolah lainnya yang dialiri sungai Citarum, seperti utusan dari Bandung, Cimahi, Purwakarta, dan Bekasi. Untuk wilayah area Bekasi,  Alhamdulillah Kementerian Lingkungan Hidup telah memilih SMK Al Muslim sebagai sekolah yang akan meneliti hilir sungai Citarum tersebut. Hasil penelitian tersebut akan dikumpulkan dalam bentuk reportase dan termuat di harian surat khabar sebagai informasi untuk masyarakat terhadap kualitas air sungai tersebut. Tidak hanya sungai Citarum saja yang diteliti ternyata  daerah aliran sungai (DAS) lainnya seperti   DAS Ciliwung, DAS Kali Barntas, dan DAS Musi.

Ekspedisi hilir sungai Citarum tersebut menggunakan metode Biotilik yaitu pemantauan lingkungan menggunakan indikator biota. Biotilik sendiri merupakan singkatan dari Biota Tidak Bertulang Belakang. Pemantauan kualitas sungai dengan metode biotilik ini digunakan karena metode ini telah banyak digunakan diberbagai negara sebagai indikator biologis untuk memantau pencemaran air dan menentukan tingkat kesehatan ekosistem sungai, dan telah ditetapkan sebagai parameter kunci dalam pemantauan kualitas air, selain parameter fisika kimia kualitas air. Biotilik berasal dari kata bio dan tilik yang berarti pemanfaatan makhluk hidup (bio) untuk menilik atau memantau lingkungan, yang merupakan sinomim dengan biomonitoring (makroinvertebrata).

Mulai Meneliti
Biotilik merupakan metode pemantauan kualitas air yang bisa memberikan informasi lebih mendetail dalam upaya pemulihan DAS, karena dengan biotilik kita bisa mengetahui dampak penurunan kualitas air yang mengakibatkan berubahnya kondisi habitat sungai, perubahan kondisi habitat ini direspon oleh biota air yang tinggal di sungai, karena setiap biota air memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap pencemaran air.

Jenis biotilik didominasi oleh jenis serangga air yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia seperti capung, kunang-kunang, kepik dan anggang-anggang. Metode biotilik,  biota yang menjadi indikator digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu EPT dan non EPT. Kelompok EPT mewakili kelompok biota air yang sangat sensitive terhadap pencemaran sedangkan kelompok non EPT adalah kelompok biota air yang tahan dalam keadaan sungai yang tercemar atau DASnya tidak sehat. Biotilik merupakan alat pantau kesehatan sungai yang mudah, murah, manfaat, massal dan mengetahui lebih awal perubahan kualitas air, serta dapat dilakukan oleh siapa saja.Metode ini menggunakan serangga air sebagai biota yang dapat menunjukkan kualitas air dalam kurun waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 1-2 jam kita sudah bisa mengetahui status air yang sedang dipantau.

Biotilik ini merupakan cara pemantauan kualitas air yang mudah dan murah sehingga membuka ruang bagi masyarakat untuk bisa terlibat memantau kualitas Sungai Citarum. Dengan mengetahui kualitas air sungainya, maka masyarakat akan dapat melakukan upaya sederhana untuk menyelamatkan Citarum dari pencemaran dan kerusakan di daerah sekitarnya. Metode ini kini dikembangkan dan dipraktekkan dalam pengelolaan kualiatas air di DAS Brantas dan sejak 2009 dikenalkan dan dipraktekkan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Penggunaan Metode Biotilik
Itulah sekelumit penelitian Biotilik yang akan kami lakukan di Hilir Sungai Citarum tersebut. Dengan kekuatan Tim Ambalan yang beranggotakan lima orang dan tiga pendamping dari guru, kami melakukan penelitian untuk mengetahui kondisi air sungai tersebut. Pandangan kami tak lepas dari box plastik yang berisi air dengan sejumlah biota kecil di dalamnya. Hewan tak bertulang belakang itu berhasil kami kumpulkan setelah kami pisahkan dari lumpur yang menutupinya. Sebuah kaca pembesarpun digunakan untuk melihat jenis biota tersebut.  Pada saat yang sama Luthfi  sibuk mengambil hewan-hewan  dengan jaring yang sudah disiapkan. Gelak tawa sesekali terdengar ketika sulitnya mencari hewan yang berada di sekitar sungai akibat lumpur yang sangat tebal, sehingga sulit untuk melakukan penelusuran sungai tersebut.

Tim Ambalan SMK Al Muslim mengukur tingkat pencemaran aliran hilir Sungai Citarum dengan menggunakan indikator biotilik. Indikator pengukuran mudah saja. Berbagai biota yang meruapakan hewan tak bertulang belakang itu dipisahkan Pengambilan sampel dimulai dari titik 1 (paling hilir) selama 1 menit, kemudian lanjutkan ke titik 2 dan 3 ke arah hulu sungai. Kami melakukan pengambilan sampel dengan kombinasi teknik kicking dan teknik jabbing pada bagian tepi sungai yang tidak terlalu deras, dan tidak dalam. Kebetulan sepanjang area hilir sungai Citarum tidak terdapat tamanan hanya bentangan endapan lumpur yang tebal.  Masing-masing titik sebaiknya memiliki kondisi substrat dasar dan jenis vegetasi yang berbeda untuk mendapatkan beragam jenis hewan BIOTILIK.

Hili
Teknik kicking yang kami lakukan  di sungai dangkal, teman-teman kami dari Tim Ambalan  masuk ke dalam sungai meletakkan jaring di depan dengan mulut jaring menghadap arah hulu atau datangnya aliran air, kemudian mengaduk-aduk  substrat di depan jaring selama 1 menit atau 5 meter dengan menggerakkan kaki memutar untuk merangsang hewan yang bersembunyi di dasar sungai agar keluar dan terhanyut masuk ke dalam jaring. Adapun Teknik jabbing dilakukan di tepi sungai dangkal atau dalam dengan cara meletakkan jaring di permukaan dasar sungai, kemudian bergerak maju ke arah hulu atau sumber datangnya air sambil menyapukan jaring hingga menyentuh permukaan dasar sungai sepanjang 5 meter, terutama di bawah tanaman air.

Setelah melakukan kicking atau jabbing, kami mengangkat jaring ke atas permukaan air dan mencelupkan kantong jaring beberapa kali ke dalam air hingga air yang keluar dari kantong jaring menjadi bening dan tidak berlumpur. Lumpur dalam sampel akan menghambat proses sortasi dan identifikasi makroinvertebrata. Lalu kami menuangkan sampel dari kantong jaring ke dalam nampan plastik dan siramkan sedikit air untuk membersihkan sisa sampel dalam jaring dan memudahkan pengambilan makroinvertebrata dari substrat dalam sampel.

Kami melakukan sortasi dengan cara mengambil hewan yang bergerak di dalam nampan plastik dan masukkan dalam kotak bersekat sesuai dengan jenisnya. Ikan, berudu katak dan serangga darat tidak termasuk dalam BIOTILIK, kami melepaskan kembali temuan-temuan ke sungai jika ditemukan dalam sampel.
1
 
Jumlah hewan minimal yang kami ambil dari sungai yang dipantau adalah 100 ekor hewan.  Setelah itu kami melakukan identifikasi makroinvertebrata dengan menggunakan Lembar Panduan Identifikasi BIOTILIK, kami menhitung dan mencatatnya sejumlah individu dari masing-masing jenis famili serta skor BIOTILIK dari masing-masing jenis famili BIOTILIK dalam Tabel 2 Pemeriksaan BIOTILIK. Hasil pengamatan didapatkan banyak jenis biota berjenis viviparidae dan Ancylidae.

Secara lengkap hasil penelitian biotilik didapatkan data sebagai berikut:

Penilaian Kualitas Air Sungai dengan BIOTILIK

Parameter
Skor
SKOR
Penilaian

4
3
2
1
Keragaman Jenis Famili
>13
10-13
7-9
<7
1
Keragaman Jenis EPT
>7
3-7
1-2
0
2
% Kelimpahan EPT
>40%
>15 – 40 %
>0 – 15 %
0 %
1
Indeks BIOTILIK
3,3 – 4,0
2,6 – 3,2
1,8 – 2,5
1,0 – 1,7
2


Total Skor
6


Skor Rata-Rata (Total Skor / 4)
1.5

Kriteria Kualitas Air
Tidak Tercemar
Tercemar
Ringan
Tercemar
Sedang
Tercemar
Berat


TERCEMAR BERAT
SKOR Rata-rata
3,3 – 4,0
2,6 – 3,2
1,8 – 2,5
1,0 – 1,7


  

TABEL 1.  PEMERIKSAAN KESEHATAN HABITAT SUNGAI

No
PARAMETER
SKOR
SKOR
3
2
1
1.         
Komposisi substrat di tepi sungai
Lebih dari 50% substrat terdiri dari kombinasi pasir dan batuan beragam ukuran, sesuai untuk koloni invertebrata  dan diatom; terdapat potongan kayu yang lapuk di dalam air dengan campuran substrat batuan stabil
10-50% substrat terdiri dari kombinasi batu dan batu beragam ukuran; beberapa bagian substrat terganggu, tergerus atau dipindahkan dari sungai

>90% substrat didominasi oleh padas, pasir, atau lumpur; sebagian besar substrat tergerus atau dipindahkan dari sungai, habitat untuk koloni invertebrata dan diatom sangat sedikit

1
2.         
Substrat tepi sungai yang terpendam lumpur sedimentasi
<25% batuan terpendam atau tertutupi lumpur halus; batuan dapat diangkat dengan mudah dari dasar sungai
25-75% substrat terpendam dalam lumpur halus; batuan harus ditarik untuk mengangkatnya dari dasar sungai
lebih dari 75% substrat terpendam dalam lumpur halus; batuan harus dicongkel untuk mengangkatnya dari dasar sungai
1
3.         
Fluktuasi debit air sungai?
Di bagian hulu tidak ada bendungan atau penyudetan aliran sungai, kalaupun ada skalanya kecil; perbedaan lebar penampang sungai teraliri air dan ketinggian muka air sungai saat musim hujan dan kemarau < 25%
perbedaan lebar penampang sungai teraliri air dan ketinggian muka air sungai saat musim hujan dan kemarau > 25%-75
perbedaan lebar penampang sungai teraliri air dan ketinggian muka air sungai saat musim hujan dan kemarau >75%, saat musim kemarau sungai mengering meninggalkan cekungan genangan air di beberapa bagian
1
4.         
Apakah ada perubahan aliran karena pengerukan atau pelurusan?
Tidak ada pelurusan atau pengerukan batu dan pasir dari dasar sungai
Pelurusan cukup luas, 20-50% sungai diplengseng; atau pengerukan material dasar sungai mengganggu 10% habitat dasar sungai
Tebing sungai dibatasi plengsengan beton, lebih dari 50% bagian sungai diplengseng; atau pengerukan material dasar sungai mengganggu lebih dari 10% habitat dasar sungai
1
5.         
Bagaimana stabilitas tebing sungai sebelah KIRI ?
Tebing sungai stabil; tidak ada atau terdapat sedikit bekas erosi atau tebing longsor di tepi sungai; kurang dari 30% tebing sungai mengalami erosi
Kurang stabil; terdapat 30-60% bagian tebing sungai mengalami erosi, kemungkinan terjadi erosi tinggi pada musim hujan
Tidak stabil; banyak bagian tebing sungai mengalami erosi, tebing yang terkikis terlihat pada bagian sungai yang lurus dan berkelok, bekas gerusan membentuk cekungan pada tebing, > 60% tebing sungai memiliki bekas erosi
1
6.         
Bagaimana stabilitas tebing sungai sebelah KANAN ?
Lihat no.5
Lihat no.5
Lihat no.5
1
7.         
Berapa lebar vegetasi sempadan sungai sebelah KIRI
lebar sempadan sungai >15 meter; aktivitas manusia tidak berdampak nyata pada sempadan sungai alami
lebar sempadan sungai 6-15 meter; aktivitas manusia berdampak pada sempadan sungai
lebar sempadan sungai < 6 meter, tidak ada atau sedikit sekali tumbuhan alami di sempadan sungai karena tingginya aktivitas manusia
1
8.         
Berapa lebar vegetasi sempadan sungai sebelah KANAN
Lihat no.7
Lihat no.7
Lihat no.7
1
9.         
Apa saja aktivitas manusia di sekitar sungai dan berapa besar dampaknya?
Sangat sedikit aktivitas di sekitar sungai dan sempadan sungai; tidak ada atau sedikit aktivitas pertanian, penggembalaan ternak, pengambilan vegetasi untuk pakan ternak, penambangan pasir dan batu, pembuangan limbah cair, pembuangan sampah, aktivitas perkapalan, dll
Cukup banyak aktivitas manusia di sungai dan sempadan sungai; <5% sungai dan  bantaran sungai rusak karena dampak aktivitas pertanian, peternakan, pembuangan limbah, penambangan pasir dan batu, pembuangan sampah, perkapalan, dll
Sangat banyak aktivitas manusia di sungai dan sempadan sungai; >5% sungai dan  bantaran sungai rusak karena dampak aktivitas pertanian, peternakan, pembuangan limbah, penambangan pasir dan batu, pembuangan sampah, perkapalan, dll
3
10.      
Apakah ada aktivitas manusia pada radius 2-10 km di bagian hulu lokasi pengamatan?
Sedikit aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan di wilayah hulu; kurang dari 5% bantaran sungai di kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll.
Cukup banyak aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan di wilayah hulu; 5-20% bantaran sungai kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll.
Sangat banyak aktivitas manusia yang menimbulkan gangguan di wilayah hulu; lebih dari 20% bantaran sungai kawasan hulu memiliki aktivitas penambangan pasir dan batu skala besar, aktivitas pembuangan limbah industri, permukiman, penebangan hutan, pembuangan sampah, dll.
1

Jumlah Skor
12


RATA-RATA SKOR KESEHATAN HABITAT (Jumlah Skor / 10)
1.2


Sumber : Vincent H. Resh, 2010, Biomonitoring Methods for the Lower Mekong Basin












TABEL 2.  PEMERIKSAAN BIOTILIK
No.
Nama Famili
Skor BIOTILIK
(ti)
Jumlah Individu
(ni)
ti x ni
Keterangan
EPT
9
Baetidae – B  (3)
3
10
30

Subtotal EPT (n EPT)
10
30

Non EPT
66
Chironomidae – merah (1)
1
11
11

76
Viviparidae (2)
2
35
70

78
Lymnaeidae (2)
2
11
22

82
Thiaridae – B (2)
2
4
8

69
Atyidae (2)
2
29
58


Subtotal Non-EPT
90
169


JUMLAH
N = 100
X = 169


Persentase Kelimpahan EPT (n EPT / N)
1.69



INDEKS BIOTILIK (X/N)
1.7
TERCEMAR BERAT


Hasil ini menunjukkan bahwa air sungai di Hilir Citarum tercemar berat. Kondisi Hilir Sungai Citarum bisa menjadi modal dasar bagi penggiat Komunitas Sungai Citarum  untuklebih intensif  melakukan pemulihan Citarum.

Kondisi pencemaran Hilir Sungai Citarum dalam kategori berat, hal ini disebabkan limbah rumah tangga dan diperparah dengan limbah industry yang banyak terdapat di sekitar hilir sungai Citarum.  Tekanan idustri dan penduduk mengakibatkan limbah industri dan domestik dari warga kian meningkat dan mencemari Citarum.

Ayo Selamatkan Hilir Sungai Citarum !!!

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar